Kami melanjutkan perjalanan dari Shimla ke Dharamsala dengan bis yang butuh waktu sekitar 7 jam. Sesampai di terminal Dharamsala jam 1 siang, kami bertanya ke keluarga turis yang juga satu bis, apakah mereka juga akan ke McLeod Ganj. Si bapak menjawab“yes..we want to go there, you guys want to share a taxi?”. Ternyata belum ditanya si bapak sudah mengerti apa maksudnya. So, kami akhirnya sharing taxi dengan keluarga tersebut. Jarak antara kedua tempat hanya sekitar 30 menit dan jalananya berkelok-kelok naik.
McLeod Ganj terletak di bagian atas (Upper) Dharamsala dengan ketinggian 2082 mdpl dan terkenal karena pada tahun 1959, Dalai Lama ke 14, Tenzin Gyatso mengungsi dari Tibet lalu mendirikan Pemerintah Tibet di Pengasingan (Tibetan Government in Exile) atau sering disebut juga Central Tibetan Administration. Oleh karena itu sekarang kota ini mendapat julukan Little Lhasa karena banyak pengungsi dari Tibet.
Sesampai di McLeod Ganj, kami berjalan kaki menuju hotel dan istirahat sebentar. Setelah beristirahat, kami berjalan mengelilingi kota kecil yang penuh dengan turis, biksu dan penduduk setempat yang memakai pakaian khas Tibet. Banyak turis yang datang kesini dan tinggal beberapa bulan untuk mempelajari agama Budha dan bertemu dengan Dalai Lama atau menjadi sukarelawan. Tak jarang kami melihat iklan untuk volunteer terpasang di dinding jalan. Di kanan kiri jalan disini juga banyak dijumpai hotel, cafe, restaurant, travel agent, toko dan tenda kecil yang menjual pernak pernik ala Tibet. Mulai dari untaian bendera doa (prayer flags), pakaian, aksesoris, dsb.
Tsuglagkhang Complex menjadi tujuan kami di McLeod Ganj. Di komplek ini terdapat tempat tinggal Dalai Lama, museum Tibet, Tsuglagkhang temple dan Namgyal Gompa (biara para biksu). Bagian pertama yang kami kunjungi adalah museum Tibet.
Di museum ini menceritakan tentang sejarah Tibet serta perjuangan mereka yang harus melewati dinginnya pegunungan Himalaya agar bisa mengungsi ke India. Setelah dari museum kami menuju ke biara para biksu yang terletak di sebelahnya. Disini saya bertemu sepasang kakek nenek yang sudah tua yang sedang memegang tasbih sambil memutar roda doa. Mereka berusaha berkomunikasi dengan kami tetapi karena kendala bahasa mereka hanya memakai bahasa tubuh. Mereka baik sekali, bahkan they gave each of us blessings. Semoga mereka sehat selalu. Setelah itu kami berjalan memutari komplek, mengikuti beberapa biksu yang sedang melakukan Kora (semacam ritual mengelilingi komplek suci searah jarum jam), disini saya melihat banyak sekali untaian bendera doa terpasang dan terdapat pula papan yang berisi foto orang-orang Tibet yang mengorbankan diri sendiri, seperti membakar diri sendiri, sebagai bentuk protes terhadap China….so sad..
Be kind to all creatures; this is the true religion – Buddha
-Joana